bahasa jawa

Bahasa Jawa (bahasa Jawa: ꦧꦱꦗꦮ) adalah bahasa yang digunakan penduduk bersuku bangsa Jawa di Jawa Tengah, Yogyakarta, dan Jawa Timur. Selain itu, bahasa Jawa juga digunakan oleh penduduk yang tinggal di beberapa daerah lain seperti Banten (terutama Serang, Cilegon, dan Tangerang) serta Jawa Barat (terutama kawasan pantai utara yang meliputi Karawang, Subang, Indramayu, dan Cirebon).

Penyebaran Bahasa Jawa

 

Migrasi suku Jawa membuat bahasa Jawa bisa ditemukan di berbagai daerah, bahkan di luar negeri. Banyaknya orang Jawa yang merantau ke Malaysia turut membawa bahasa dan kebudayaan Jawa ke Malaysia, sehingga terdapat kawasan pemukiman mereka yang dikenal dengan nama kampung Jawa, padang Jawa. Di samping itu, masyarakat pengguna Bahasa Jawa juga tersebar di berbagai wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Kawasan-kawasan luar Jawa yang didominasi etnis Jawa atau dalam persentase yang cukup signifikan adalah Lampung (61,9%), Sumatera Utara (32,6%), Jambi (27,6%), Sumatera Selatan (27%), Aceh(15,87%) yang dikenal sebagai Aneuk Jawoe. Khusus masyarakat Jawa di Sumatera Utara, mereka merupakan keturunan para kuli kontrak yang dipekerjakan di berbagai wilayah perkebunan tembakau, khususnya di wilayah Deli sehingga kerap disebut sebagai Jawa Deli atau Pujakesuma (Putra Jawa Kelahiran Sumatera), dengan dialek dan beberapa kosa kata Jawa Deli. Sedangkan masyarakat Jawa di daerah lain disebarkan melalui program transmigrasi yang diselenggarakan semenjak zaman penjajahan Belanda.

Selain di kawasan Nusantara, masyarakat Jawa juga ditemukan dalam jumlah besar di Suriname, yang mencapai 15% dari penduduk secara keseluruhan, kemudian di Kaledonia Baru bahkan sampai kawasan Aruba dan Curacao serta Belanda. Sebagian kecil bahkan menyebar ke wilayah Guyana Perancis dan Venezuela. Pengiriman tenaga kerja ke Korea, Hong Kong, serta beberapa negara Timur Tengah juga memperluas wilayah sebar pengguna bahasa ini meskipun belum bisa dipastikan kelestariannya.

Vokal

Aksara swara ꧊ꦲꦏ꧀ꦱꦫꦱ꧀ꦮꦫ꧊
Depan Tengah Belakang
Lambang (nama) Lambang (nama) Lambang (nama)
Terbuka i i-jejeg u u-jejeg: ditulis ‘u’
½ Terbuka e é-jejeg: ditulis ‘é’
i-miring: ditulis ‘i’
ə e-pepet: ditulis ‘e’ atau ‘ě’ o o-jejeg
u-miring: ditulis ‘u’
½ Tertutup (ɛ) e-miring: ditulis ‘e’ (ɔ) o-miring: ditulis ‘o’
a-jejeg: ditulis ‘a’
Tertutup a a-miring
Perhatian: Fonem-fonem antara tanda kurung merupakan alofon. Catatan pembaca pakar bahasa Jawa: Dalam bahasa Jawa [a],[ɔ], dan [o] itu membedakan makna [babaʔ] ‘luka’; [bɔbɔʔ]’param’ atau ‘lobang’, sikile di-bɔbɔʔi ‘kakinya diberi param’, lawange dibɔbɔʔi ‘pintunya dilubangi’; dan [boboʔ] ‘tidur’. [warɔʔ] ‘rakus’ sedang [waraʔ] ‘badak’; [lɔr] ‘utara’ sedangkan [lar] ‘sayap’, [gəɖɔŋ] ‘gedung’ sedangkan [gəɖaŋ] ‘pisang; [cɔrɔ]’cara’ sedang [coro] ‘kecoak’, [lɔrɔ]’sakit’ sedang [loro] ‘dua’, dan [pɔlɔ] ‘pala/rempah-rempah’ sedang [polo] ‘otak’. Dengan demikian, bunyi [ɔ] itu bukan alofon [a] ataupun alofon [o] melainkan fonem tersendiri.

Tekanan kata (stress) direalisasikan pada suku kata kedua dari belakang, kecuali apabila sukukata memiliki sebuah pepet sebagai vokal. Pada kasus seperti ini, tekanan kata jatuh pada sukukata terakhir, meskipun sukukata terakhir juga memuat pepet. Apabila sebuah kata sudah diimbuhi dengan afiks, tekanan kata tetap mengikuti tekanan kata kata dasar. Contoh: /jaran/ (kuda) dilafazkan sebagai [j’aran] dan /pajaranan/ (tempat kuda) dilafazkan sebagai [paj’aranan].

Semua vokal kecuali /ə/, memiliki alofon. Fonem /a/ pada posisi tertutup dilafazkan sebagai [a] (a-miring), namun pada posisi terbuka sebagai [ɔ] (a-jejeg). Contoh: /lara/ (sakit) dilafazkan sebagai [l’ɔrɔ], tetapi /larane/ (sakitnya) dilafazkan sebagai [l’arane]

Fonem /i/ pada posisi terbuka dilafazkan sebagai [i] (i-jejeg) namun pada posisi tertutup lafaznya kurang lebih mirip [ɛ] (i-miring). Contoh: /panci/ dilafazkan sebagai [p’aɲci] , tetapi /kancil/ kurang lebih dilafazkan sebagai [k’aɲcɛl].

Fonem /u/ pada posisi terbuka dilafazkan sebagai [u] (u-jejeg) namun pada posisi tertutup lafaznya kurang lebih mirip [o] (u-miring). Contoh: /wulu/ (bulu) dilafazkan sebagai [w’ulu] , tetapi /ʈuyul/ (tuyul) kurang lebih dilafazkan sebagai [ʈ’uyol].

Fonem /e/ pada posisi terbuka dilafazkan sebagai [e] (e-jejeg) namun pada posisi tertutup sebagai [ɛ] (e-miring). Contoh: /lélé/ dilafazkan sebagai [l’ele] , tetapi /bebek/ dilafazkan sebagai [b’ɛbɛʔ].

Fonem /o/ pada posisi terbuka dilafazkan sebagai [o] (o-jejeg) namun pada posisi tertutup sebagai [ɔ] (o-miring). Contoh: /loro/ dilafazkan sebagai [l’oro] , tetapi /boloŋ/ dilafazkan sebagai [b’ɔlɔŋ].

Konsonan

Aksara wyanjana ꧊ꦲꦏ꧀ꦱꦫꦮꦾꦚ꧀ꦗꦤ꧊
Labial Dental Alveolar Retrofleks Palatal Velar Glotal
Letupan p b t d ʈ ɖ k g ʔ
Frikatif s (ʂ) h
Likuida & semivokal w l r j
Sengau m n (ɳ) ɲ ŋ

Fonem /k/ memiliki sebuah alofon. Pada posisi terakhir, dilafazkan sebagai [ʔ]. Sedangkan pada posisi tengah dan awal tetap sebagai [k].

Fonem /n/ memiliki dua alofon. Pada posisi awal atau tengah apabila berada di depan fonem eksplosiva palatal atau retrofleks, maka fonem sengau ini akan berubah sesuai menjadi fonem homorgan. Kemudian apabila fonem /n/ mengikuti sebuah /r/, maka akan menjadi [ɳ] (fonem sengau retrofleks). Contoh: /panjaŋ/ dilafazkan sebagai [p’aɲjaŋ], lalu /anɖap/ dilafazkan sebagai [ʔ’aɳɖap]. Kata /warna/ dilafazkan sebagai [w’arɳɔ].

Fonem /s/ memiliki satu alofon. Apabila /s/ mengikuti fonem /r/ atau berada di depan fonem eksplosiva retrofleks, maka akan direalisasikan sebagai [ʂ]. Contoh: /warsa/ dilafazkan sebagai [w’arʂɔ], lalu /esʈi/ dilafazkan sebagai [ʔ’eʂʈi].

Nama dan penulisan abjad Latin dalam bahasa Jawa
Pra 1942 Yogyakarta (1991) Nama
b b
tj c
d d
dh dhé
f ef
g g
h h ha
dj j
k k ka
l l el
m m em
n n en
p p
q ki
r r er
s s es
t t
th[1][2] thé
v
w w
x eks
j y
z zet

Fonotaktik

Dalam bahasa Jawa baku, sebuah suku kata bisa memiliki bentuk seperti berikut: (n)-K1-(l)-V-K2.

Artinya ialah sebagai berikut:

  • (n) adalah fonem sengau homorgan.
  • K1 adalah konsonan letupan atau likuida.
  • (l) adalah likuida yaitu /r/, /l/, atau /w/, namun hanya bisa muncul kalau K1 berbentuk letupan.
  • V adalah semua vokal. Tetapi apabila K2 tidak ada maka fonem /ə/ tidak bisa berada pada posisi ini.
  • K2 adalah semua konsonan kecuali letupan palatal dan retrofleks; /c/, /j/, /ʈ/, dan /ɖ/.

Contoh:

  • a (V)
  • ang (VK)
  • pang (KVK)
  • prang (KlVK)
  • mprang (nKlVK)

Sama halnya dengan bahasa-bahasa Austronesia lainnya, kata dasar asli dalam bahasa Jawa terdiri atas dua suku kata (bisilabis); kata yang terdiri dari lebih dari tiga suku kata akan dipecah menjadi kelompok-kelompok bisilabis untuk pengejaannya. Dalam bahasa Jawa modern, kata dasar bisilabis memiliki bentuk: nKlvVnKlvVK.

Bahasa Jawa halus dan kasar

Jawa bagian tengah yang mempunyai bahasa jawa kasar dan halus juga, bahasa jawa halus kebanyakan berada di kota kota disekitar ibu kota jawa tengah ini contohnya di solo dan di ibu kotanya sendiri yaitu di semarang , di DI Yogyakarta juga memakai bahasa yang halus, sedangkan untuk yang bahasa jawa kasar berada di kota daerah perbatasan antara jawa barat dan jawa tengah biasanya di kota daerah sekitar pantai utara dan pantai selatan. Untuk wilayah jawa timur bahasa jawanya kebanyakan sama dengan bahasa yang ada di jawa tengah ,tapi di daerah barat jawa timur cara bicara didaerah ini agak lantang atau tegas, bahasa ini terletak berdekatan dengan daerah Madura .Dan ada lagi daerah Bali yang bahasanya terdengar seperti bahasa jawa tetapi jauh sekali berbeda juga bahasa Nusa tenggara yang terdengar seperti bahasa bali.

Tata Bahasa

Tingkat tutur dalam bahasa Jawa dibagi menjadi tiga yaitu tingkat tutur ngoko, tingkat tutur madya dan tingkat tutur karma. Atau secara umum dibagi menjadi dua saja yaitu tingkat tutur ngoko dan tingkat tutur karma.

Arti Tembung, Wanda, Aksara, Ukara Serta Contohnya

Tembung kalau dalam Bahasa Indonesia artinya adalah “KATA”. Kata berasal dari suku kata. Suku kata berasal dari huruf. Kata bisa dipakai untuk membuat kalimat. Contoh dari tembung adalah sebagai berikut:

  • Meja.
  • Montor.
  • Maca.
  • Turu.
  • Aku.
  • Kowe. Lan sak piturute.

Semua tentu sudah pada tahu yang namanya tembung (kata) dalam bahasa Jawa, mungkin agak bingung untuk membedakan antara tembung dan wanda, ukara dan aksara. Berikut arti ke 4 Paramasastra dalam Bahasa Indonesia:

  • Aksara = huruf.
  • Wanda = suku kata.
  • Tembung = Kata.
  • Ukara = Kalimat.

Dari pengertian di atas, tentu sudah tahu contoh-contoh dari aksara, wanda dan ukara selanjutnya.

Aksara Jawa ꧊ꦲꦏ꧀ꦱꦫꦗꦮ꧊

Aksara jawa berbeda dengan huruf Latin yang kita gunakan sekarang ini untuk menulis. Aksara jawa terdiri dari :

  1. Aksara Carakan / ꦲꦏ꧀ꦱꦫꦕꦫꦏꦤ꧀. Aksara inti yang terdiri dari 20 suku kata ato biasa disebut Dentawiyanjana, yaitu : ha, na, ca, ra, ka, da, ta, sa, wa, la, pa, dha, ja, ya, nya, ma, ga, ba, tha, nga ;
  2. Aksara Pasangan / ꦲꦏ꧀ꦱꦫꦥꦱꦔꦤ꧀. Bentuk mati (huruf) dari aksara inti, yaitu : h, n, c, r, k, d, t, s, w, l, p, dh, j, y, ny, m, g, b, th, ng ; pasangan
  3. Aksara Swara / ꦲꦏ꧀ꦱꦫꦱ꧀ꦮꦫ. Biasanya untuk huruf awal penulisan nama kota ato nama orang yang dihormati yang diawali dengan huruf hidup, yaitu : A, I, U, E, O
  4. Aksara Rekan / ꦲꦏ꧀ꦱꦫꦉꦏꦤ꧀. Untuk penulisan huruf-huruf yang berasal dari serapan bahasa asing, yaitu : kh, f, dz, gh, z
  5. Aksara Murda / ꦲꦏ꧀ꦱꦫꦩꦸꦂꦢ. Biasanya untuk huruf awal penulisan nama kota ato nama orang yang dihormati, yaitu : Na, Ka, Ta, Sa, Pa, Nya, Ga, Ba
  6. Aksara Wilangan / ꦲꦏ꧀ꦱꦫꦮꦶꦭꦔꦤ꧀. Untuk penulisan bilangan dalam bahasa Jawa, yaitu angka 1 s/d 10 dalam aksara Jawa.
  7. Tanda Baca (Sandangan / ꦱꦤ꧀ꦢꦔꦤ꧀). Merupakan tanda baca yang biasa digunakan, huruf hidup serta huruf mati yang biasa dipakai dalam bahasa sehari-hari, yaitu tanda : koma, titik, awal kamimat, dll. huruf : i, o, u, e. huruf mati : _r, _ng, _ra, _re, dll

Tembung ꧊ꦠꦼꦩ꧀ꦧꦸꦁ꧊

Tembung dalam bahasa Indonesia artinya kata. Artinya kumpulan wanda (sukukata) yang memiliki arti. Tembung yang memiliki satu suku kata (mung sakwanda) disebut Tembung wod. Tembung lingga (Kata dasar) adalah kalimat tembung yang belum berubah dari asalnya. Tembung andhahan (Kata jadian) adalah kalimat tembung yang sudah berubah dari asalnya, karena diberi Ater ater (Awalan),Seselan (Sisipan),Panambang (Akhiran).

Silah silahing tembung atau jenis kata (Gramar) dalam Bahasa Jawa ada 10 macam:

  1. Tembung aran / ꦠꦼꦩ꧀ꦧꦸꦁꦲꦫꦤ꧀ (kata benda). contoh: meja, kursi.
  2. Tembung Kriya / ꦠꦼꦩ꧀ꦧꦸꦁꦏꦿꦶꦪ꧊ (kata kerja) Contoh: turu, adus.
  3. Tembung ganti / ꦠꦼꦩ꧀ꦧꦸꦁꦒꦤ꧀ꦠꦶ ( kata ganti). Contoh: aku, kowe, bapak.
  4. Tembung Wilangan / ꦠꦼꦩ꧀ꦧꦸꦁꦮꦶꦭꦔꦤ꧀ (kata bilangan). Contoh: enem, telu, papat.
  5. Tembung Kahanan / ꦠꦼꦩ꧀ꦧꦸꦁꦏꦲꦤꦤ꧀ (kata sifat). Contoh: ayu, kuru, seneng.
  6. Tembung Katrangan / ꦠꦼꦩ꧀ꦧꦸꦁꦏꦠꦿꦔꦤ꧀ (kata keterangan). Contoh: ngisor, lor, tengah.
  7. Tembung Pangguwuh / ꦠꦼꦩ꧀ꦧꦸꦁꦥꦔ꧀ꦒꦸꦮꦸꦃ (kata seru). Contoh: wah, aduh, ah, eh.
  8. Tembung Sandhangan / ꦠꦼꦩ꧀ꦧꦸꦁꦱꦟ꧀ꦝꦔꦤ꧀ (kata sandang). Contoh: Sang, Hyang, Raden.
  9. Tembung Panyambung / ꦠꦼꦩ꧀ꦧꦸꦁꦥꦚꦩ꧀ꦧꦸꦁ (kata sambung). Contoh: lan, mulane, sarta.
  10. Tembung Pangarep / ꦠꦼꦩ꧀ꦧꦸꦁꦥꦔꦉꦥ꧀ (kata Depan). Contoh: saka, ing, sing.

Ater ater Seselan Panambang ꧊ꦲꦠꦼꦂꦲꦠꦼꦂꦱꦼꦱꦼꦭꦤ꧀ꦥꦤꦩ꧀ꦧꦁ꧊

Ater ater (Awalan),Seselan (Sisipan),Panambang (Akhiran).

Ater ater ꧊ꦲꦠꦼꦂꦲꦠꦼꦂ꧊

Ater ater Hanuswara ꧊ꦲꦠꦼꦂꦲꦠꦼꦂꦲꦤꦸꦱ꧀ꦮꦫ꧊
  • m [m+bathik=mbathik]
  • n [n+tulis=nulis]
  • ng [ng+kethok=ngethok]
  • ny [ny+cuwil=nyuwil]
Ater ater Tripurasa ꧊ꦲꦠꦼꦂꦲꦠꦼꦂꦠꦿꦶꦥꦸꦫꦰ꧊
  • dak [dak+pangan=dakpangak]
  • ko [ko+jupuk=kojupuk]
  • di [di+goreng=digoreng]
Ater ater liya ꧊ꦲꦠꦼꦂꦲꦠꦼꦂꦭꦶꦪ꧊
  • a [a+lungguh=alungguh]
  • ma [ma+lumpat=malumpat]
  • ka [ka+gawa=kagawa]
  • ke [ke+sandhung=kesandhung]
  • sa [sa+gegem=sagegem]
  • pa [pa+lilah=palilah]
  • pi [pi+tutur=pitutur]
  • pra [pra+tandha=pratandha]
  • tar [tar+buka=tarbuka]
  • kuma [kuma+wani=kumawani]
  • kami [kami+tuwa=kamituwa]
  • kapi [kapi+temen=kapitemen]

Seselan ꧊ꦱꦼꦱꦼꦭꦤ꧀

  • um [..um..+guyu=gumuyu]
  • in [..in..+carita=cinarita]
  • el [..el..+siwer=seliwer]
  • er [..er..+canthel=cranthel]

Panambang ꧊ꦥꦤꦩ꧀ꦧꦁ꧊

  • i [kandh+i=kandhani]
  • ake [jupuk+ake=jupukake]
  • ne [teka+ne=tekane]
  • e [omah+e=omahe]
  • ane [jaluk+ane=jalukane]
  • ke [kethok+ke=kethokke]
  • a [dudut+a=duduta]
  • na [gawa+na=gawakna]
  • ana [weneh+ana=wenehana]
  • en [lepeh+en=lepehen]
  • ku [buku+ku=bukuku]
  • mu [klambi+mu=klambimu]
  • e [omah+e=omahe]

Homonim

Homonim yaiku tembung-tembung kata sama ucapannya sama penulisannya tetapi beda arti karena asal kata beda. Contoh:

  • Kula rade pandung panjenengan punika sinten? (pangling)
  • Rehning punika kathah pandung, mila kedah ngantos-atos. (maling)
  • Mengko yen ibu duka kepriye, mbak? (nesu)
  • Bocah ditakoni kok mung duka bae, sebel aku! (embuh)

Antonim

Antonim / Tembung kosok balen yaiku tembung kata yang memiliki arti berkebalikan dengan yang lain. Kata kata antonim antara lain: padhang-peteng, bungah-susah, gedhe-cilik, beja-cilaka, kasar-alus, lan sapiturute. Contoh:

  • Bab sugih mlarat iku sejatine jatahe dhewe-dhewe.
  • Kali ing Kalimantan kuwi tiga rendheng banyune ajeg gedhe.

Sinonim

Sinonim (nunggal misah) yaiku rong tembung dua kata atau lebih yang bentuk penulisannya beda, arti sama atau hampir sama, arti yang sama persis itu jarang. Contoh:

  • Bocah kuwi senenge randha kemul.
  • Bocah kuwi senenge tempe goreng diwenehi glepung.
  • Tawangmangu iku hawane pancen adhem banget.
  • Tawangmangu iku hawane pancen atis banget.

Homograf

Homograf yaiku tembung-tembung kata yang penulisannya beda artinya beda. Contoh:

  • Tiyang punika asring ngagem busana cemeng. cemeng = ireng
  • Aku yen sowan budhe arep nyuwun cemeng loro. cemeng = anak kucing
  • Yen duwe meri kudu dikandhangake. meri = anak bebek
  • Kowe ora perlu meri karo adhimu. meri = ewa, iri

Jejer(J)/ ꧊ꦗꦺꦗꦺꦂ꧊ Wasesa(W) ꧊ꦮꦱꦺꦰ꧊ Lisan(L) ꧊ꦭꦶꦱꦤ꧀

Dalam bahasa indonesia kita mengenal adanya struktur atau susun kalimat, seperti subjek, predikat dan objek. Dalam bahasa jawa pun juga memiliki hal yang sama akan tetatpi bernama lain,

  • Jejer ꧊ꦗꦺꦗꦺꦂ꧊ = subjek
  • Wasesa ꧊ꦮꦱꦺꦰ꧊ = predikat
  • Lisan ꧊ꦭꦶꦱꦤ꧀ = objek

seperti halnya dalam bahasa indonesia, jejer dikenai pekerjaan dengan pola sama seperti bahasa Indonesia tidak seperti english yang dibolak balik.

Contoh kalimatnya: – aku mangan (aku makan) aku = jejer mangan = wasesa

– aku mangan sego (aku makan nasi) aku = jejer mangan = wasesa sego = objek

Untuk bagian kalimat seperti keteran (katrangan) sama saja seperti bahasa Indonesia.

Ukara ꧊ꦲꦸꦏꦫ꧊

Silah silahing ukara (Jenis-jenis Kalimat dlm Bhs. Jawa)

  1. Ukara Kandha / ꦲꦸꦏꦫꦏꦟ꧀ꦝ (Kalimat Langsung).Tuladha : Ibu ngendika ‘Kowe kudu sekolah’ / ꦲꦶꦧꦸꦔꦼꦤ꧀ꦢꦶꦏ꧌ꦏꦺꦴꦮꦺꦏꦸꦢꦸꦱꦼꦏꦺꦴꦭꦃ꧍
  2. Ukara Crita / ꦲꦸꦏꦫꦕꦿꦶꦡ (Kalimat Cerita). Tuladha : Ngendikane Ibu yen sregep sekolah mesthi pinter / ꦔꦼꦤ꧀ꦢꦶꦏꦤꦺꦲꦶꦧꦸꦪꦺꦤ꧀ꦱꦽꦒꦼꦥ꧀ꦱꦼꦏꦺꦴꦭꦃꦩꦼꦱ꧀ꦛꦶꦥꦶꦤ꧀ꦠꦼꦂ.
  3. Ukara Tanduk / ꦲꦸꦏꦫꦠꦤ꧀ꦢꦸꦏ꧀ (Kalimat Aktif). Tuladha : Bapak tindak kantor / ꦧꦥꦏ꧀ꦠꦶꦤ꧀ꦢꦏ꧀ꦏꦤ꧀ꦠꦺꦴꦂ
  4. Ukara Tanggap / ꦲꦸꦏꦫꦠꦔ꧀ꦒꦥ꧀ (Kalimat Pasif). Tuladha : Sepedane dicet abang / ꦱꦼꦥꦺꦢꦤꦺꦢꦶꦕꦺꦠ꧀ꦲꦧꦁ
  5. Ukara Pakon / ꦲꦸꦏꦫꦥꦏꦺꦴꦤ꧀ (Kalimat Perintah). Tuladha : Jupukna sepedaku neng omahe Paklik / ꦗꦸꦥꦸꦏ꧀ꦤꦱꦼꦥꦺꦢꦏꦸꦤꦶꦁꦲꦺꦴꦩꦃꦲꦺꦥꦏ꧀ꦭꦶꦏ꧀
  6. Ukara Panjaluk / ꦲꦸꦏꦫꦥꦚ꧀ꦗꦭꦸꦏ꧀ (kalimat Permohonan). Tuladha : Tulung njupukna buku kuwi / ꦠꦸꦭꦸꦁꦗꦸꦥꦸꦏ꧀ꦤꦧꦸꦏꦸꦏꦸꦮꦶ

Peribahasa Jawa ꧊ꦥꦿꦶꦧꦱꦗꦮ꧊

Peribahasa Jawa merupakan suatu bentuk kearifan lokal budaya Jawa yang filosofis. Di dalam peribahasa, terdapat makna mendalam dari sebuah kalimat atau frasa, tidak sekadar dapat dipahami secara harfiah.

Contoh Paribasan (peribahasa) dan pepatah Jawa

  • nyolong pethek = nggak cocok dgn apa ygdi harapkan.
  • kepara kepere = tdk adil (berbagi).
  • criwis cawis= banyak bicara tp cekatan dlm bekerja.
  • keplok ora tombok = merasakan kesenangan tanpa keluar biaya.
  • yitna yuwana,lena kena = yg hati2 akanselamat,yg ceroboh akan celaka.
  • busuk ketekuk,pinter keblinger = yg pintar dan yg bodoh sama2 celaka.
  • jalukan ora wewehan = mau minta tp tak mau memberi.
  • welas tanpa alis= karena saking dermawannya jd sengsara sendiri (derma yg berlebihan tanpa mengukur kemampuan sendiri).
  • kerot tanpa untu = kemauan banyak tetapi tdk punya kekuatan.
  • anakpolah bapa kepradah = orang tua yg slalu menuruti keinginan sang anak.
  • Nabok nyilih tangan = menyuruh orang untuk mencelakai orang laen.
  • suduk gunting tatu loro =mendapat kesedihan rangkap.
  • ora ganja ora unus = orangnya jelek,kelakuannya jg jelek.
  • nututi layangan pedhot =berusaha mengembalikan situasi yg sudah semrawut.
  • idu di dilatmaneh = mengingkari janji sendiri.
  • ngubak ubak banyu bening = membuat keonaran di tmpt yg damai.
  • mban cindhe,mban siladan = pilih kasih (nggak adil).
  • dudu berase di tempurake = memberi komentar tp di luar permasalan yg sedang di bahas.
  • adol lenga kari busike = yg membagi justru gak kebagian jatah.
  • ora mambu enthong irus= tidak kelihatan kalau bersaudara.

Purwakanthi ꧊ꦥꦸꦂꦮꦏꦟ꧀ꦛꦶ꧊ (syair – pantun – kata bersajak)

Purwakanthi merupakan alunan bunyi yang sama pada beberapa kata dalam sastra Jawa dan Sunda. Terdapat dua macam purwakanthi yaitu purwakanthi swara dan purwakanthi sastra. Purwakanthi swara adalah persamaan bunyi, sementara purwakanthi sastra adalah persamaan huruf.

Pitutur dan ungkapan-ungkapan Jawa umumnya disampaikan secara ringkas, dengan padanan kata bersanjak yang pas sehingga terkesan indah sekaligus mudah diingat.

Purwakanthi guru swara ꧊ꦥꦸꦂꦮꦏꦟ꧀ꦛꦶꦒꦸꦫꦸꦱ꧀ꦮꦫ꧊

  • Ana awan, ana pangan
  • Ngalah nanging oleh
  • Sing salah kudu seleh
  • Becik ketitik ala ketara
  • Sing weweh bakal pikoleh
  • Adigang adigung adiguna
  • Inggih-inggih ora kepanggih
  • Ciri wanci lelai ginawa mati
  • Desa mawa cara negara mawa tata
  • Witing tresna jalaran seka kulina
  • Giri lungsi, jalma tan kena ingina
  • Yen menang, aja njur sewenang wenang
  • Ana bungah, ana susah iku wis lumrah
  • Sing gelem ngalah, bakal luhur wekasane
  • Yen krasa enak, aja njur lali anak, lali bojo, lali kanca

Purwakanthi guru sastra ꧊ꦥꦸꦂꦮꦏꦟ꧀ꦛꦶꦒꦸꦫꦸꦱꦱ꧀ꦠꦿ꧊

  • Tata titi titig tatag, tanggung tertib
  • Aja dhemen memada, dhateng saphadhaning dumadi
  • Taberi nastiti lan ngati-ati, mesthi bakal dadi
  • Wong jejodohan kudu ngelingi : babat,bibit,bobot,bebet
  • Ruruh,rereh,ririh ing wewarihipun, mrih reseping para muyarsi
  • Ing ngarsa sung tuladha, ing madya mangun karya, tut wuri handayani
  • Tarti tata-tata, ate metu turut ratan, diutus tuku tahu tempe dhuwite kertas telung atus
  • Tindak tanduk lan tutur kang kalantur, tamtu katula-tula katali, bakal kacatur,katutuh, kapatuh, pan dadi awon
  • Sluman slumun slamet, salamun nyemplung kali plung, slulup slelep-slelep oleh slepi isi klobot, Njumbul bul klambine teles bles
  • Kala kula kelas kalih, kula kilak kalo kalih kuli-kuli kula, kalo kula kéli, kali kilén kula, kalo kula kampul-kampul, kula kelap kelip kala-kala keling-keling

Tembang ꧊ꦠꦼꦩ꧀ꦧꦁ꧊, Gending dan Karawitan ꧊ꦒꦼꦤ꧀ꦢꦶꦁꦭꦤ꧀ꦏꦫꦮꦶꦠꦤ꧀

Karawitan.jpg

Dua sinden asing, Hiromikano dari Jepang dan Megan dari Amerika Serikat Hibur Warga Kendal.

Syair gending Jawa selalu terucap tembang-tembang yang di alunkan pesinden/seniwati maupun penggerong pada sebuah musik karawitan. Syair ini berbahasa Jawa dan bahasa Kawi yang unik dan mengandung pesan atau nasihat untuk hidup yang damai sejahtera di dunia ini. Syair-syair tiap gending berbeda-beda, mulai dair gending gedhe, ladrang, ketawang maupun tembang dolanan. Masing-masing mengandung makna dan tersendiri yang disampaikan penciptanya lewat syair tersebut.

Tembang gedhe ꧊ꦠꦼꦩ꧀ꦧꦁꦒꦼꦝꦺ꧊

Tembang gedhe jenisnya:

  • Lebdajiwa
  • Kusumawicitra
  • Sudiradraka
  • Basanta
  • Manggalagita
  • Sukarini
  • Nagabanda
  • Kusumastuti
  • Merakng
  • Tebukasol
  • Banjaransari
  • Tepikawuri
  • Pamularsih
  • Bremarakrasa
  • Madayanti
  • Sudirwicitra
  • Madurenta
  • Kuswarini
  • Sarapada
  • Candrakusuma

Tembang tengahan ꧊ꦠꦼꦩ꧀ꦧꦁꦠꦼꦔꦃꦲꦤ꧀

Tembang tengahan jenisnya :

  • Balabak
  • Wirangrong
  • Juru Demung
  • Kuswaraga
  • Palugon
  • Pangajabsih
  • Pranasmara
  • Sardulakawekas
  • Sarimulat
  • Rarabentrok

Tembang Macapat ꧊ꦠꦼꦩ꧀ꦧꦁꦩꦕꦥꦠ꧀

Tembang Macapat juga sering disebut sekar Macapat, sekar Alit, atau sekar Dhagelan. Karsana H. Saputra dalam bukunya yang berjudul Sekar Macapat menyebutkan, macapat adalah suatu bentuk puisi Jawa yang menggunakan bahasa Jawa baru, diikat oleh persajakan yang meliputi guru gatra, guru wilangan, dan guru lagu. Jadi Sekar macapat atau tembang macapat dapat diartikan sebagai salah satu bentuk sekar (tembang) yang menggunakan aturan guru wilangan dan guru lagu yang sudah ditentukan. Masing-masing jenis tembang macapat memiliki jumlah gatra yang berbeda-beda dan untuk membedakan jenis sekar macapat antara yang satu dengan lainnya dapat dilihat dari jumlah gatra, guru lagu, dan guru wilangan.

Macapat adalah tembang atau puisi tradisional Jawa. Setiap bait macapat mempunyai baris kalimat yang disebut gatra, dan setiap gatra mempunyai sejumlah suku kata (guru wilangan) tertentu, dan berakhir pada bunyi sanjak akhir yang disebut guru lagu. Biasanya macapat diartikan sebagai maca papat-papat (membaca empat-empat), yaitu maksudnya cara membaca terjalin tiap empat suku kata. Namun ini bukan satu-satunya arti, karena pada praktiknya tidak semua tembang macapat bisa dinyanyikan empat-empat suku kata. [1]

Tembang macapat ada 11 ( sebelas ) :

  1. Maskumambang
  2. Pocung
  3. Gambuh
  4. Megatruh
  5. Mijil
  6. Kinanthi
  7. Asmaradana
  8. Durma
  9. Pangkur
  10. Sinom
  11. Dhandhanggula

Tembang macapat itu terdiri dari Guru Gatra, Guru wilangan, guru lagu, dan watak. Guru gatra adalah jumlah baris dalam tembang macapat. Guru wilangan adalah jumlah suku kata dalam tembang macapat. Guru lagu adalah jatuhnya suara di akhir baris tembang macapat.

Serat ꧊ꦱꦼꦫꦠ꧀

  1. Serat berisi tentang ajaran atau Piwulang dan pitutur kearah kebaikan dan kebajikan.
  2. Di dalam serat berisi tuntunan agung yang dapat dijadikan seabagai pedoman dan suri tauladan bagi manusia.
  3. Serat menganduing makna moralitas yang berkenaan dengan dengan etika hidup.

Contoh Serat

  • Serat Sastra Ganding diciptakan oleh Kanjeng Sultan Agung.
  • Serat Wulangreh merupakan karya sastra berbentuk tembang hasil buah karya Sri Susuhunan Pakubuwana IV.
  • Serat Wedhatama adalah sebuah karya sastra Jawa baru yang secara formal dinyatakan ditulis oleh Magkunegara IV.
  • Serat Wulang Estri merupakan karya sastra kelanjutan dari ajaran Paku Buwana IV yang ditujukan bagi putrinya, yaitu berupa ajaran berumah tangga.
  • Serat Wedaraga merupakan salah satu karya sastra berbentuk tembang macapat karangan R. Ng. Ranggawarsita.
  • Serat Nitisastra karya Raden Ngabehi Yasadipura II.

Babad ꧊ꦧꦧꦢ꧀

Babad Giyanti
  1. Babad berisi tentang sejarah lokal yang berhubungan dengan nama tempat, daerah, kerajaan maupun tokoh besar (historis)
  2. Babad bersifat lokal yang ditulis dengan cara pandang tradisional, sehingga sering dibumbui dengan berbagai hal yang bersifat pralogis atau bahkan bersifat fiktif dan simbolik.
  3. Babad bersifat istana centris karena pada umumnya ditulis pada lingkungan kraton dengan raja selaku penguasa daerah yang bersangkutan , atau lingkungn bangsawan yang lebih kecil.
  4. Pada umumnya babad ditulis dengan tujuan: (a) mencatat segala peristiwa, kejadian, atau pengalaman yang pernah terjadi pada masa lampau. (b) untuk menjadi teladan yang baik agar dapat diambil manfaatnya. (c) untuk memperkuat sakti raja.(Sedyawati, ed. 2001: 267)
  5. Babad bersifat subjektif karena kebanyakan penulisnya berasal dari latar belakang, kecenderunga, dan pendiriannya yang ditentukan oleh pengalaman, situasi, dan kondisi hidupnya pada sebagai manusia sosial budaya pada masa dan masyarakat tertentu (Teeuw, 1988)
  6. Babad bersifat fragmentatif artinya bahwa fakta-fakta yang ditampilkan dalam babad tidaklah lengkap.
  7. Babad menekankan pada pengagungan leluhur maupun raja, yang menekankan pada pengukuhan legitimasi sebagai catatan sejarah bagi kepentingan penguasa dan keturunanya.
  8. Babad bersifat sugestif artinya bahwa babad dapat mempengaruhi pandangan seseorang.

Contoh Babad

  • Babad Giyanti
  • Babad kartasura
  • Babad Sengkala
  • Babad Surapati
  • Babad Damarwulan
  • Babad demak

Suluk ꧊ꦱꦸꦭꦸꦏ꧀

Pada tahun 1898, pengangkatan Ratu Wilhelmina di Belanda cukup menyita perhatian masyarakat. Sebuah buku bahkan dicetak di Semarang untuk memperingati kejadian tersebut. Dengan bahasa dan aksara Jawa, halaman depan buku tersebut berbunyi: “Sri Makutho, merayakan Keluarga Kerajaan kami dan Pengangkatan Ratu Nederland Wilhelmina”
  1. Suluk kental dengan ajaran agama islam.
  2. Suluk sering kali dihubungkan dengan ajaran-ajaran tasawuf yang kemudian dimaknai dengn pengembaraan atau perjalanan dalam rangk mencari makna hidup.
  3. Suluk sering dianalogikan dengan kata ‘yen sinusul muluk’ yang berarti kalau dikejar semakin membumbung tinggi. Maksutnya, keilmuan suluk, bila semakin dipikirkan akan semakin jauh untuk dijangkau pikiran atau logika awam.
  4. Permasalahan yang sering diangkat dalam suluk berhubungan erat dengan hal-hal ghaib yakni hal-hal supranatural yang yang hubungannya dengan Tuhan dan kehidupan manusia.
  5. Suluk memiliki struktur yang tidak mudah dipahami maknanya atau relatif membingungkan, terutama bagi yang tidak bisa menggelutinya.
  6. Sastra suluk umumnya ditulis dalam bentuk tembang (macapat) namun juga ada yang berbentuk prosa.

Contoh suluk:

  • Suluk Seh Takawardi
  • Suluk Malang Sumirang
  • Suluk Wujil

Sastra Jawa ꧊ꦱꦱ꧀ꦠꦿꦗꦮ꧊

Sejarah Sastra Jawa dimulai dengan sebuah prasasti yang ditemukan di daerah Sukabumi (Sukobumi), Pare, Kediri Jawa Timur. Prasasti yang biasa disebut dengan nama Prasasti Sukabumi ini bertarikh 25 Maret tahun 804 Masehi. Isinya ditulis dalam bahasa Jawa Kuna.

Setelah prasasti Sukabumi, ditemukan prasasti lainnya dari tahun 856 M yang berisikan sebuah sajak yang disebut kakawin. Kakawin yang tidak lengkap ini adalah sajak tertua dalam bahasa Jawa (Kuna).

Sastra Jawa dibagi dalam empat masa:

Sastra Jawa Kuno ꧊ꦱꦱ꧀ꦠꦿꦗꦮꦏꦸꦤ꧊

Sastra Jawa Kuno atau seringkali dieja sebagai Sastra Jawa Kuna meliputi sastra yang ditulis dalam bahasa Jawa Kuna pada periode kurang-lebih ditulis dari abad ke-9 sampai abad ke-14 Masehi, dimulai dengan Prasasti Sukabumi. Karya sastra ini ditulis baik dalam bentuk prosa (gancaran) maupun puisi (kakawin). Karya-karya ini mencakup genre seperti sajak wiracarita, undang-undang hukum, kronik (babad), dan kitab-kitab keagamaan. Sastra Jawa Kuno diwariskan dalam bentuk manuskrip dan prasasti. Manuskrip-manuskrip yang memuat teks Jawa Kuno jumlahnya sampai ribuan sementara prasasti-prasasti ada puluhan dan bahkan ratusan jumlahnya. Meski di sini harus diberi catatan bahwa tidak semua prasasti memuat teks kesusastraan.

Karya-karya sastra Jawa penting yang ditulis pada periode ini termasuk Candakarana, Kakawin Ramayana dan terjemahan Mahabharata dalam bahasa Jawa Kuno.

Sastra Jawa Kuno dalam bentuk prosa

  1. Candakarana
  2. Sang Hyang Kamahayanikan
  3. Brahmandapurana
  4. Agastyaparwa
  5. Uttarakanda
  6. Adiparwa
  7. Sabhaparwa
  8. Wirataparwa, 996
  9. Udyogaparwa
  10. Bhismaparwa
  11. Asramawasanaparwa
  12. Mosalaparwa
  13. Prasthanikaparwa
  14. Swargarohanaparwa
  15. Kunjarakarna

Sastra Jawa Kuno dalam bentuk puisi (kakawin)

  1. Kakawin Tertua Jawa, 856
  2. Kakawin Ramayana ~ 870
  3. Kakawin Arjunawiwaha, Empu Kanwa, ~ 1030
  4. Kakawin Kresnayana
  5. Kakawin Sumanasantaka
  6. Kakawin Smaradahana
  7. Kakawin Bhomakawya
  8. Kakawin Bharatayuddha, Empu Sedah dan Empu Panuluh, 1157
  9. Kakawin Hariwangsa
  10. Kakawin Gatotkacasraya
  11. Kakawin Wrettasañcaya
  12. Kakawin Wrettayana
  13. Kakawin Brahmandapurana
  14. Kakawin Kunjarakarna, Empu Dusun
  15. Kakawin Nagarakretagama, Empu Prapanca, 1365
  16. Kakawin Arjunawijaya, Empu Tantular
  17. Kakawin Sutasoma, Empu Tantular
  18. Kakawin Siwaratrikalpa, Kakawin Lubdhaka
  19. Kakawin Parthayajna
  20. Kakawin Nitisastra
  21. Kakawin Nirarthaprakreta
  22. Kakawin Dharmasunya
  23. Kakawin Harisraya
  24. Kakawin Banawa Sekar Tanakung

Petikan dari Kakawin Sutasoma

Lontar Sutasoma dari Jawa Tengah dalam aksara Buda.

Di bawah ini diberikan beberapa contoh petikan dari kakawin ini bersama dengan terjemahannya. Yang diberikan contohnya adalah manggala, penutup dan sebuah petikan penting.

Kakawin Sutasoma adalah sebuah kakawin dalam bahasa Jawa Kuna. Kakawin ini termasyhur, sebab setengah bait dari kakawin ini menjadi motto nasional Indonesia: Bhinneka Tunggal Ika (Bab 139.5).

Motto atau semboyan Indonesia tidaklah tanpa sebab diambil dari kitab kakawin ini. Kakawin ini mengenai sebuah cerita epis dengan pangeran Sutasoma sebagai protagonisnya. Amanat kitab ini mengajarkan toleransi antar agama, terutama antar agama Hindu-Siwa dan Buddha. Kakawin ini digubah oleh Empu Tantular pada abad ke-14.

Manggala

Pada Kakawin Sutasoma terdapat sebuah manggala. Manggala ini memuja Sri Bajrajñana yang merupakan intisari kasunyatan.Jika dia metampakkan dirinya, maka hal ini keluar dalam samadi sang Boddhacitta dan bersemayam di dalam benak. Lalu beberapa yuga disebut di mana Brahma, Wisnu dan Siwa melindungi. Maka sekarang datanglah Kaliyuga di mana sang Buddha datang ke dunia untuk membinasakan kekuasaan jahat.

Manggala Terjemahan
1 a. Çrî Bajrajñâna çûnyâtmaka parama sirânindya ring rat wiçes.a 1 a. Sri Bajrajñana, manifestasi sempurna Kasunyatan adalah yang utama di dunia.
1 b. lîlâ çuddha pratis.t.hêng hredaya jaya-jayângken mahâswargaloka 1 b. Nikmat dan murni teguh di hati, menguasai semuanya bagai kahyangan agung.
1 c. ekacchattrêng çarîrânghuripi sahananing bhur bhuwah swah prakîrn.a 1 c. Ia adalah titisan Pelindung tunggal yang menganugrahi kehidupan kepada tri buwana – bumi, langit dan sorga – seru sekalian alam.
1 d. sâks.ât candrârka pûrn.âdbhuta ri wijilira n sangka ring Boddhacitta 1 d. Bagaikan terang bulan dan matahari sifat yang keluar dari batin orang yang telah sadar.
2 a. Singgih yan siddhayogîçwara wekasira sang sâtmya lâwan bhat.âra 2 a. Ia yang diterangi, yang manunggal dengan Tuhan, memang benar-benar Raja kaum Yogi yang berhasil.
2 b. Sarwajñâmûrti çûnyâganal alit inucap mus.t.ining dharmatattwa 2 b. Perwujudan segala ilmu Kasunyatan baik kasar ataupun halus, diajikan dalam sebuah doa dan puja yang khusyuk.
2 c. Sangsipta n pèt wulik ring hati sira sekung ing yoga lâwan samâdhi 2 c. Singkatnya, mari mencari-Nya dengan betul dalam hati, didukung dengan yoga dan samadi penuh.
2 d. Byakta lwir bhrântacittângrasa riwa-riwaning nirmalâcintyarûpa 2 d. Persis bagaikan seseorang yang merana hatinya merasakan rasa kemurnian Yang Tak Bisa Dibayangkan.
3 a. Ndah yêka n mangkana ng çânti kineñep i tutur sang huwus siddhayogi 3 a. Maka itulah ketentraman hati yang dituju seorang yogi sempurna.
3 b. Pûjan ring jñâna çuddhâprimita çaran.âning miket langwa-langwan 3 b. Biarkan aku memuja dengan kemurnian dan kebaktian tak tertara sebagai sarana untuk menulis syair indah.
3 c. Dûrâ ngwang siddhakawyângitung ahiwang apan tan wruh ing çâstra mâtra 3 c. Mustahil aku akan berhasil menulis kakawin sebab tiada tahu akan tatacara bersastra.
3 d. Nghing kêwran déning ambek raga-ragan i manah sang kawîrâja çobha 3 d. Namun, sungguh malu dan terganggu oleh pikiran akan sebuah penyair sempurna di ibu kota.
4 a. Pûrwaprastâwaning parwaracana ginelar sangka ring Boddhakâwya 4 a. Pertama dari semua cerita yang saya gubah diturunkan dari kisah-kisah sang Buddha.
4 b. Ngûni dwâpâra ring treat kretayuga sirang sarwadharmânggaraks.a 4 b. Dahulukala ketika dwapara-, treta- dan kretayuga, dia merupakan perwujudan segala bentuk dharma.
4 c. Tan lèn hyang Brahma Wis.n.wîçwara sira matemah bhûpati martyaloka 4 c. Tiada lain sang hyang Brahma, Wisnu dan Siwa. Semuanya menjadi raja-raja di Mercapada (dunia fana).
4 d. Mangké n prâpta ng kali çrî Jinapati manurun matyana ng kâla murkha 4 d. Dan sekarang pada masa Kaliyuga, Sri Jinapati turun di sini untuk menghancurkan kejahatan dan keburukan.
Penutup

Pupuh penutup adalah pupuh nomor 148.

https://id.wikipedia.org/wiki/Bahasa_Jawa